Kamis, 27 Oktober 2011

"Surat untuk Billah”


***
“Aku bagaikan serpihan debu yang tak berarti, bertaburan diudara nun kotor olehku. Menganga, menunggu nasib yang akan menentukan hidupku. Dimana kuharus hinggap? Hingga tiada lagi angin yang mampu menghempasku lagi olehnya. Aku bak tersesat duhutan belantara, dimana cahaya yang akan menjemputku? Menghampiriku, dengan cinta dan kasihnya.”
Billah
***
            Adzan Shubuh menggema, tubuh yang terhempas mulai terbangun. “Aktifitasku menunggu! Tuhanku menunggu! Shalatku menunggu!”. Billah, wanita berjilbab yang baik hatinya, santun tingkahnya, dan baik budi pekertinya. Ia Nampak tergesa-gesa pagi ini, pagi yang masih jarang orang untuk bagun. Tapi lain halnya dengan wanita ini, seorang putri yang masih belia. “Aku kesiangan pagi ini! Astaghfirullah.” Renungnya dalam hati.
            Mentari mulai menyongsong pagi, Billah bergegas berangkat sekolah. Dengan penuh senyuman manis ia awali hari ini, “Nyaris saja aku terlambat berangkat sekolah!” Gumamnya setelah melewati pintu gerbang sekolah.
Sesampainya dikelas, semua murid asyik bercerita tentang liburan semester yang telah mereka lewati selama tiga minggu lamanya. Tak lama setelah bel masuk, datanglah seorang wanita paruh baya. Usianya sekitar 40 tahun, wanita itu mungkin seumuran dengan usia ibu Billah
            “Perkenalkan nama ibu Astiana Dewita. Ibu adalah wali kelas sekaligus guru mata pelajaran matematika. Ibu harap, ibu dan kalian bisa menyesuaikan diri satu sata lain. Begitu juga dengan kalian, agar tercipta kelas yang nyaman , aman, dan harmonis. Dan ibu ucapkan selamat datang dikelas XIa.2!” Sambutan dari seorang wali kelas itu mengawali hari pertama dikelas itu.
            Hari demi hari berlalu, minggu pun silih berganti. Lalu bulan pun bergulir perlahan, perjalanan disekolah harus tetap berlangsung. “Aku akan dapatkan peringkat pertama disekolah usai semester awal ini!” Tegas Billah dalam hatinya.
Semester awal telah ia selesaikan tanpa sedikit pun masalah. Billah telah buktikan janjinya, ia dapatkan peringkat pertama dikelas itu. Tugas selanjutnya adalah mempertahankan peringkat pertama hingga ia tamat sekolah. Tentu saja bukanlah hal yang mudah untuk mempertahan sesuatu yang telah ada, butuh banyak pengorbanan.
***
            “Harus kusadari, aku sungguh tak berguna tanpa cinta. Karna yang kubutuhkan adalah cinta. Bukanlah cinta yang semu, yang ku mau adalah cinta yang haqiqi. Cinta yang sejati dan maha suci, yang akan terus selalu bersamaku. Karena aku bagai debu yang mudah terhempas oleh bayu.”
Billah
***
            “Akan ada acara disekolah ini! Tanding basket antar SMA! Besok acaranya! Itu berarti aku harus dispen lagi. Aku kan ikut tim cheers disekolah ini.” Kata Riza, sahabat terbaik Billah.
            Billah mengerutkan dahinya, “Terus aku besok duduk sama siapa? Tega ah kamu! Selalu ninggalin sahabatmu ini!” Sontak wajah ayu itu berubah menjadi menyeramkan. Wajah itu nampak murung, Billah tak betah bila harus duduk sendiri dikelas.
            “Tenang aja, setelah istirahat udah boleh nonton kok!” Kata Riza berusaha menenangkan sahabatnya.
            “O.K! Mau apa lagi? Aku harus terima!” Gumam Billah. Beserta senyum yang selalu bersamanya. Senyum itu selalu besertanya, dan lesung yang selalu menghiasi keindahan wajah itu. Billah begitu menyejukkan dengan senyum indah dari wajah anggunnya.
***
            I
            “Kamu adalah yang terbaik, bagaikan air yang mendinginkan hati. Kamu bagai udara yang memberiku kehidupan. Teruslah seperti ini, teruslah menjadi yang terbaik. Kuharap kau sadari, bahwa kau yang terbaik.”
From : R
***
            Sepucuk surat itu, kalimat penuh pujian. Bukan kalimat yang berlebihan, tapi sikap yang sedikit berlebihan dan tidak wajar. “butuh keahlian khusus untuk lakukan semua ini” Hanya itu yang terpikir oleh wanita yang terlalu polos seperti Billah.
            Tapi tidak untuk seorang Riza, Ia adalah ketua tim cheers disekolahnya, dan ia Nampak marah. “Eh, apaan itu? Hah? Pasti psikopat!” Katanya sembari hendak merobek kertas itu.
            “J.. Jangan! Biarin aja aku simpen surat ini!” Billah berteriak dan merebut kertas itu. “Biarin aku simpan surat ini! Aku suka tulisannya!” Lanjutnya lagi.
***
            “Kenapa ini? Kenapa dengan hatiku? Sontak berdebar begitu kencang. Bagai kereta yang terus menderu. Ini yang pertama bagiku, maka ini yang luar biasa untukku.”
Billah
***
            Hari ini pertandingan bola basket antar sekolah dimulai, awalnya Billah tidak mau menonton acara itu dan memilih untuk belajar dikelas. Tapi demi Riza sahabatnya, ia rela tinggalkan buku-buku yang menumpuk dimejanya.
            Ketika sampai dilapangan basket, Billah melihat sahabat terbaiknya mengobrol dengan salah seorang pemain basket dari tim sekolahnya. Dia adalah senior mereka disekolah namanya Reno, seorang laki-laki yang baik dan rupawan. “Wajar aja Riza bisa dengan mudah ngobrol sama kakak kelas! Dia itu kan cantik, baik, ketua tim cheers lagi. Pasti banyak orang yang suka dengannya.” Gumam Billah perlahan.
            “Haus? Ini minum, awas dehidrasi!” Seorang pria yang tampan menghampiri Billah dengan senyumnya yang begitu memesona banyak wanita disekolah itu. Ya, dia lah yang paling popular disekolah bergengs itu. Baik, manis, cool, dan tidak sedikit pun ia sombong. Bukan sombong, tapi lebih tepatnya jail.
            “Oh ia, makasih ya… kak… ??”
            “Reihan! Nama saya Reihan. Kelas XII IPS 1” Katanya sembari tersenyum tipis.
            Billah mengerutkan dahinya,“Ia, kak … Reihan J” Ia tersenyum tipis kepada lelaki itu.
***
            II
            “Kau lihat itu? Hatiku telah untukmu! Ku beri sebagian hati ini perlahan untukmu. Dan hatiku seutuhnya milikmu! Bertahanlah demi keberanianku.”
From : R
***
            “Surat lagi ya bil? Mending dibakar aja lah! Nggak penting banget sih yang bikin surat ini!” Gumam Riza kesal. Tak satu orang pun boleh menyakiti sahabat terbaiknya. Luar dan dalam harus tetap terjaga. Itu dasar persahabatan mereka.
            “Aku nggak papa kok! Cuma ngerasa penasaran aja,” katanya perlahan. Wajah itu muram, Billah hanya bisa bergumam dalam hatinya ‘R’ .
***
            Pagi ini langit tak begitu bersahabat dengan hari, Senin tanpa mentari. Senin tanpa kegiatan rutin, upacara bendera. Senin yang diselimuti mendung dan hujan yang tak henti. “Aku suka hujan! J” Gumam Billah.
            Tapi ketika Billah sampai ruang kelasnya, tak seorang pun berada disitu. Mungkin karena semua murid malas berangkat pagi hari ini. Atau lebih tepatnya, Billah yang terlalu bersemangat pagi ini. “Yah! Payah banget si mereka ini! Masa jam segini belum pada berangkat sih!” Billah duduk dan meletakkan tas diatas mejanya.
            Tak lama setelah Billah duduk dibangkunya, tiba-tiba datang seorang laki-laki keruangan bagai tak berpenghuni itu. “Akan kujadikan ini yang terakhir untukmu!” Gumam lelaki itu. Tak disangka ketika lelaki itu sampai didalam kelas, Billah melihat lelaki itu lengkap dengan surat yang  dibawanya.
            “Tubuhku bagai terpental nun jauh, nun dalam. Jantung ini serasa brhenti berdetak. Dimana denyut itu? Ampun! Semua telah terungkap! Mau tak mau aku harus ungkapkan semuanya.”
            “Dia? Bukankah dia lelaki yang tempo hari itu? Seorang lelaki dengan penuh pesona, menghampiriku dan member sebotol minuman itu!” Pikir Billah dalam hatinya.
            “Uhmm, saya … “ Terbata dalam kata, lelaki itu mencoba berbicara. Tapi secara tiba-tiba, datanglah seorang lelaki lagi kedalam ruangan itu. Seseorang yang sungguh tak diduga sebelumnya. Tak pernah terpikir dalam otak.
            “Hai!” Kata seorang itu kepada wanita manis itu. “Uhmm, maukah kamu jadi pacarku?” Katanya sekali lagi. Tapi sayangnya lelaki itu terus memejamkan matanya, tanpa melihat orang yang ada dihadapannya.
            “Uhmm, kak Reno? Dan kak Reihan! Sepucuk surat, dan serangkai kalimat!” Gumamnya perlahan.
            “Kalo kamu diam, itu berarti jawabanmu ia!” Tegas lelaki itu sambil terus memejamkan matanya.
            “Uhmm, saya Cuma mau ngasih surat ini, salah seorang temanmu ada yang tidak dapat datang. Tapi yasudahlah, biar nanti saja saya berikan kepada temanmu yang lain. Abaikan saja kedatangan saya pagi ini.” Kata Reihan sambil meninggalkan kelas dengan membawa sepucuk surat yang masih ada ditangannya.
***
            “Dia pasti sudah terima Reno untuk jadi kekasihnya! Jadi untuk apa aku berikan surat ini lagi? Surat yang akan menjadi akhir kisah cintaku padanya.” Kata lelaki itu sambil berjalan meninggalkan kelas.
            Wajah yang begitu murung, tapi Reihan hanya dapat bersabar sebelum lelaki itu mengungkapkan semuanya secara langsung. “Menyedihkan!” Gumamnya sembari membuang amplop yang berisikan surat itu.
            Tapi siapa yang menyangka, sebuah tangan segera mengambil surat yang melayang dan nyaris menyentuh tangan. “Jangan! Jangan buang surat ini! Berikan surat ini padanya!” Kata Reno sambil memberikan surat itu kepada Reihan lagi.
            “Bukan, surat ini bukan untuknya!” Reihan pergi tanpa menoleh sedikitpun kebelakang.
            Tapi siapa sangka, Billah segera berlari untuk meraih pandangan Reihan yang berlalu dari tempat itu. “Biarkan aku membaca surat itu!” Katanya tegas. “Ijinkan aku membacanya! Sungguh kuingin tahu isi surat ketiga ini!” lanjutnya lagi.
            “Tak perlu! Sudahlah, aku harus pergi kekelasku.” Reihan meninggalkan gadis itu dari tempatnya berdiri. Tapi siapa yang menyangka, surat itu terjatuh kelantai dan Billah segera meraih sepucuk surat yang tertinggal itu.
            “Inikah surat terakhir untukku? Aw!” Billah membailkkan tubuhnya dan memastikan keberadaan Reno dibelakangnya. Setelah Reihan berlalu dan menghilang dibalik ruangan terujung dari sederet ruang kelas terjauh itu. Sepanjang puluhan meter, dan sejauh mata memandang. “Kemana kak Reno?” Gumamnya perlahan. Dari kejauhan, terdengar suara dua orang yang sedang mengobrol dibalik pintu ruang kelas itu.
            Ketika sampai didalam kelas, terlihat Reno yang sedang mengajak Riza mengobrol. “Maaf ya Billah, saya tadi salah orang. Yang saya maksud itu Riza, dan sekarang saya dan Riza sudah resmi berpacaran” Katanya sembari tersenyum.
            Billah tercengang dan bingung dengan keadaan saat itu. “Oh! Ia.” Katanya sambil meninggalkan ruangan itu.
***
          “Maaf wahai lunaku, ini kali terakhirku ucapkan rasaku. Ini kali terakhirku menatap wajah ayumu secara langsung, biarkanlah aku mencintaimu dari kejauhan. Dan takkan ada kisah untuk kita, selamanya.”
From : R
***
Empat bulan kemudian…
            Ketika acara perpisahan kelas dua belas, semua murid datang dengan rasa gembira. Sayangnya perpisahan tahun ini Billah tak berniat untuk hadir. Tak ada alasan untuk kedatangannya, disaat semua murid asyik berpoto dengan senior mereka, disaat semua murid asyik mendengarkan pidato dari kepala sekolah.
            “Dia nggak datang Rei! Tadi saya Tanya sama Riza, sahabatnya. Saya harap kamu mau menjemputnya sekarang juga, dan ajaklah dia kemanapun yang kamu mau!” Kata Reno berusaha membujuk sahabatnya itu.
            “Saya… nggak akan… nggak akan untuk tidak menjemputnya!” Reihan berlalu dan pergi entah kemana. Tak ada satu orang pun yang dapat menghentikan langkahnya. Ketua tim basket sekolah yang meninggalkan acara sekolah, tepat saat pemberian penghargaan bagi semua ketua ESKUL sekolah.
            Tapi belum sempat Reihan keluar dari gedung perpisahan itu, tiba-tiba datanglah seorang wanita dihadapannya. “Kembalilah! Ambil piagam penghargaan itu!” Katanya tegas.
            Reihan terbata dalam kata, ia berusaha berkata namun ia tak mampu. “I… Ia… J” Katanya sambil tersenyum. Dan ia pun berlalu menuju tempat dimana ia harus berdiri, dibarisan ketua ESKUL disekolah itu.
            Dan setelah hari itu, semua berlangsung seperti sedia kala. Reihan mengejar cita-citanya, dan Billah pun tetap menjadi juara kelas. Semua berakhir dengan penuh kebahagiaan, penuh cinta dan kasih. Semua sesuai dengan yang diinginkan. Dan Riza, masih tetap bersama Reno kekasihnya.
***
          “Inilah akhir kisahku. Cintaku, bersama cerahnya rembulan malam ini.”
Billah
***
          Bisakah kau mendengar itu…
          Hatiku…
          Menunggu kau membukanya
          Dapatkah kau mendengar itu…
          Hatiku…
          Ingin berkata bahwa aku mencintaimu…
          Tapi ku tak mampu…

Kamis, 20 Oktober 2011

The True Love Story : Cinta Khadijah Kepada Rasullulah


“Sebaik-baik wanita pada zamannya adalah Maryam putri Imran dan sebaik-baik wanita dari umatnya adalah Khadijah.” (HR Bukhari-Muslim)
Jika ada perempuan yang mampu membuat Aisyah cemburu besar maka ia adalah Khadijah. Jika ada perempuan yang mampu membuat Rasulullah mengingatnya sepanjang waktu, bahkan ketika beliau dengan istri-istrinya maka Khadijah lah orangnya, dan hanya dengan Khadijahlah Rasulullah bermonogami.
Kisah tentang wanita mulia Ummul-Mukminat Khadijah r.a. merupakan kisah yang penuh dengan kemuliaan, kisah yang penuh dengan teladan. Tinta-tinta sejarah telah mencatata keistimewaan yang dimilikinya. Ia meninggalkan teladan indah untuk para mukminah, bukan hanya dalam ber-akhlakul karimah tetapi juga bagaimana ia beribadah, berkeluarga, dan bermuamalah.
Segala keitimewaan yang dimilikinya menjadikan ia perempuan beruntung sepanjang masa. Ia mendapatkan cinta sejati dari kekasih Allah. Bahkan ia wanita pertama yang mendapatkan berita masuk syurga serta mendapatkan ucapan salam dari Allah.
Keistimewaan tersebut sesungguhnya tidak serta merta datang kepada ibunda kita Khadijah, namun hal tersebut karena ia begitu mempesona. Ia dengan penuh kerelaan mengorbankan harta dan jiwanya untuk dakwah Rasulullah. Dengan kematangan, kebijaksanaan, dan integritas dirinya, Khadijah menyokong, membangkitkan tekad, dan mengobarkan semangat dakwah Rasul. Cintanya yang besar mampu memberikan yang terbaik kepada Rasulullah sehingga sang suamipun amat mencintainya.
Akhlak khadijah semestinya dijadikan gambaran bagaimana semestinya seorang istri bersikap kepada suminya, sehingga sang istri menjadi perempuan yang mampu memberikan kebahagian kepada keluarganya dan akhirnya terbentuklah keluarga yang sakinah, mawadah, dan rahmah. Berikut di bawah ini beberapa sifat khadijah yang dapat dijadikan uswah bagi para istri dalam usahanya untuk menjadi perempuan istimewa bagi suaminya.
MENERIMA SUAMI APA ADANYA. Inilah teladan yang pertama yang diajarkannya. Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, Khadijah merupakan wanita kaya raya di seantero mekkah. Dengan harta dan kecantikan yang dimilikinya banyak laki-laki yang hendak meminangnya. Tetapi khadijah lebih memilih Muhamad yang tidak memiliki apa-apa. Kemiskinan muhamad tidak membuat kahadijah malu. Ia bergitu mencintai dan siap menerima Muhammad apa adanya. Bagi Khadijah harta bukanlah segalanya, namun kebaikan, dan kesalihan Rasulullah-lah yang menjadi pilihan utamanya.
SELALU ADA KETIKA SUAMI MEMBUTUHKAN. Selama bersama Rasulullah, Khadijah selalu bersama dengan beliau dalam suka maupun duka. Bahkan ketika terjadi pemboikotan yang dilakukan oleh orang Quraisy, ia menjadi teman yang sangat setia. Tidak pernah sedikit pun ia mengeluh atas semua yang terjadi pada keluarganya.
PENUH KASIH SAYANG DAN PERHATIAN KEPADA SUAMI. Inilah yang sesunguhnya dibutuhkan oleh para suami, termasuk Rasulullah. Khadijah perempuan yang memiliki cinta suci ini mampu mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya kepada Rasulullah sehingga beliau tidak pernah menyakiti istri yang sangat dicintainya itu. Rasulullah bahkan bersabda, “Sesungguhnya aku telah diberi karunia dengan cintanya Khadijah kepadaku.” (HR Muslim)
RELA BERKORBAN DEMI MEMBELA SUAMI. Khadijah mengajarkan kita untuk belajar memberikan yang terbaik kepada suami, berusaha memberikan semua yang dimiliki jika suami membutuhkan. Dengan kedermawanannya, Khadijah sanggup memberikan hartanya demi kepentingan dakwah Rasulullah. Rasulullah saw. berkata, “(Khadijah) beriman ketika orang-orang kafir kepadaku, dia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, dan dia membantuku dengan hartanya ketika orang-orang mengahalangiku.”
BERKATA BIJAK DAN MENENANGKAN. Keistimewaan Khadijah yang lain adalah memiliki sikap lembut dalam bertutur kata dan bersikap sehingga yang dikeluarkan dari lisannya hanyalah perkataan lembut dan menenangkan hati Rasulullah. Perhatikanlah tutur kata Khadijah ketika terjadi peristiwa turun wahyu pertama yang membuat Rasulullah lari ketakutan. kahdijah berkata, “Jangan khawatir, berbahagialah, sesungguhnya Allah tidak mungkin akan menghinakanmu dengan kejadian itu. Selama ini, engkau selalu menyambung silaturahmi, jujur dalam berbicara, meringankan beban orang lain yang kesusahan, membantu orang lemah, menghormati tamu, dan mendukung setiap hal yang mengandung kebenaran.”
MENDIDIK ANAK-ANAK DENGAN BAIK. Salah satu keistimewaan Khadijah dibanding istri Rasulullah yang lain adalah dari Khadijahlah Rasulullah mendapatkan keturunan. Nabi saw. berkata: “Allah mengaruniaiku anak darinya ketika Dia tidak memberiku anak dari istri-istriku yang lain.” Bukah hanya itu saja. Walau usianya sudah tua, ia mampu mendidik putri-putri mereka dengan penuh cinta dan kemulian hingga putri-putri Rasulullah memiliki akhlak yang baik dan keimanan yang kuat,
BERGAUL BAIK DENGAN SUAMI. Tidak pernah diceritakan kisah yang jelek mengenai pernikahan Khadijah dan Rasulullah. Hal ini menujukan pergaulan yang baik di antara keduanya. Keduanya paham mengenai hak dan kewajiban masing-masing sehingga tenanglah kehidupan rumah tangga beliau.
TAWAKKAL DAN SABAR. Inilah yang dilakukan Khadijah sebagai seorang istri yang suaminya pada saat itu manjadi bulan-bulanan penghinaan masyarakat Quraisy. Tawakal dan bersabar mengahadapi semuanya telah memberikan energi positif bukan hanya bagi Khadijah, tetapi juga terhadap Rasulullah sehingga ia kuat menghadapi semuanya.
Khadijah adalah perempuan agung. Dengan segala kelebihan yang dimilikinya, ia mampu membuat Rasulullah begitu mencintainya. Bahkan ketika Khadijah telah tiada pun Rasulullah masih sering mengingatnya. Pernah suatu waktu Rasulullah berkata kepada Aisyah, “Allah tidak memberiku pengganti yang lebih baik daripada dia.
”Cinta sejati dan kesetiaan mencintai diukur setelah perkawinan, bahkan lebih terbukti setelah kepergian yang dicintai.
Kendati Nabi Muhammad saw. Sangat mencintai Aisyah ra., namun cinta beliau kepada Siti Khadijah ra. pada hakekatnya melebihi cintanya beliau kepada Aisyah ra., bahkan cinta itu melebihi semua cinta yang dikenal umat manusia terhadap lawan jenisnya. Sementara hikayat tentang cinta, seperti Romeo dan Juliet, Lailah dan Majnun, tidak teruji melalui kehidupan bersama mereka sebagai suami istri. Karena itu, sekali lagi dikatakan bahwa cinta Rasulullah saw. Kepada Khadijah ra. Adalah puncak cinta yang diperankan oleh seorang laki-laki kepada perempuan dan sebaliknya.
Sangat besar rasa cinta Rasulullah kepada Khadijah, sampai-sampai Aisyah mengatakan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, “Tidak pernah aku merasa cemburu kepada seorang pun dari istri-istri Rasulullah seperti kecemburuanku terhadap Khadijah. Padahal aku tidak pernah melihatnya. Tetapi Rasulullah seringkali menyebut-nyebutnya. Jika ia memotong seekor kambing, ia potong-potong dagingnya, dan mengirimkannya kepada sahabat-sahabat Khadijah.
Maka aku pun berkata kepadanya, “Sepertinya tidak ada wanita lain di dunia ini selain Khadijah…!”
Maka berkatalah Rasulullah, “Ya, begitulah ia, dan darinyalah aku mendapatkan anak.”
Dalam suatu riwayat dikisahkan, suatu saat Aisyah merasa cemburu, lalu berkata, “Bukankah ia (Khadijah) hanya seorang wanita tua dan Allah telah memberi gantinya untukmu yang lebih baik darinya? (maksud Aisyah yang menggatikan Khadijah adalah dirinya). Maka Belaiu pun marah sampai berguncang rambut depannya. Lalu Beliau bersabda, “Demi Allah! Ia tidak memberikan ganti untukku yang lebih baik darinya. Khadijah telah beriman kepadaku ketika orang-orang masih kufur, ia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, ia memberikan hartanya kepadaku ketika manusia lain tidak mau memberiku, dan Allah memberikan kepadu anak darinya dan tidak memberiku anak dari yang lain.” Maka aku berkata dalam hati,” Demi Allah, aku tidak akan lagi menyebut Khadijah dengan sesuatu yang buruk selama-lamanya.”
Ketika Aisyah ingin menampakkan kelebihannya atas Khadijah, ia berkata kepada Fatimah ra., putri Nabi dari Khadijah ra.: “Aku gadis ketika dinikahi ayahmu sedang ibumu adalah janda ketika dinikahi ayahmu.” Rasul saw. Yang mendengar ucapan ini dari putrinya yang mengeluh bersabda: “Sampaikanlah kepadanya ‘Ibuku (maksudnya Khadijah ra) lebih hebat dari engkau, beliau menikahi ayahku yang jejaka, sedang engkau menikahinya saat beliau duda.”
Disamping itu Rasulullah tidak memadu Khadijah dengan wanita lain, sedang semua istri selainnya dimadu.
Teman-teman Khadiijah pun masih diingat oleh Rasul dan berpesan kepada putri-putri beliau agar terus menjalin hubungan kasih dengan mengirimkan hadiah-walau sederhana- kepada mereka.
Ketika Fath Makkah, yakni hari keberhasilan rasul saw memasuki kota Mekkah bersama kaum Muslim, beliau berkunjung ke lokasi rumah Khadijah ra., karena rumah itu sendiri telah tiada. Beliau juga-pada hari itu- menyendiri, di tengah kesibukan bersama pasukan kaum Muslim, dengan seorang wanita tua sambil bercakap-cakap dengan wajah berseri-seri. Aisyah ra yang melihat hal tersebut bertanya:”Siapa orang itu dan apa yang dibicarakannya?” Ternyata wanita tua itu sobat karib Khadijah ra dan pembicaraan Nabi saw dengannya berkisar pada kenangan manis masa lalu.
Gerak langkah suara dan ketukan pintu yang biasa dilakukan Khadijah ra pun terus segar dalam benak dan pikiran beliau. Suatu ketika beliau mendengar ketukan dan suara serupa. Beliau berkomentar:”Ini cara ketukan Khadijah. Saya duga yang dating adalah Hala ( saudara perempuan Khadijah ra.) dan ternyata dugaan beliau benar.”
Demikianlah keagungan cinta Rasulullah swa. kepada Khadijah ra. Yang akan tetap terukir indah sepajang zaman.